Rabu, 06 Maret 2013

Energi dari Limbah Pelepah Sawit

Oleh Dr.Dwi Setyaningsih
Publised by Henny

Perkebunan kelapa sawit di Indonesia, pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 8 juta ha. Sementara itu, luas perkebunan sawit di seluruh dunia hanya 13.1 juta ha. Kondisi inilah yang menjadikan Indonesia menyandang predikat sebagai negara yang memiliki perkebunan sawit terluas di dunia.
Dari perkebunan tersebut, baru buah sawit dan tandan kosong yang dimanfaatkan. Sementara pelepah sawitnya belum banyak dimanfaatkan secara optimal. Padahal, pelepah yang dipangkas setiap athun bisa mencapai 8.6 ton per ha kebun. Tentu sangat disayangkan jika pelepah tersebut tidak dimanfaatkan. Kondisi inilah yang melatarbelakangi tim peneliti dari pusat Penelitian Surfaktan dan Bioteknologi IPB mengembangkan limbah pelepah sawit menjadi sumber energi biomassa.
Ide awalnya dilatarbelakangi dari tidak adanya bahan bakar alternatif selain minyak tanah dan gas. Masyarakat yang tinggal di pedalaman atau jauh dari perkotaan, tentu kesulitan mendapatkan minyak tanah atau gas. Berawal dari situlah tim peneliti mencoba menerapkan teknologi biopelet di masyarakat.
"Pelepah sawit yang dipangkas, selama ini hanya berfungsi untuk menutupi tanah perkebunan. Belum ada pemikiran untuk dijadikan biopelet. Tentunya sangat disayangkan, jika pelepah sawit yang melimpah itu tidak dimanfaatkan dengan baik," ungkap peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Surfaktan dan Bioteknologi IPB, Dr.Dwi Setyoningsih, S.TP.
Memang tidak semua bahan pelepah sawit bisa digunakan sebagai bahan biopelet. Bahan yang paling ideal untuk biopelet adalah bagian pelepah daun yang tidak ditumbuhi daun. Dari pangkal daun berjarak antara 101.5 meter. Sisanya, bagian pelepah yang ditumbuhi daun masih tetap bisa dimanfaatkan sebagai penutup tanah diperkebunan.

Mudah didapat
Selain pelepah sawit, hampir semua bahan bisa digunakan untuk biopelet. Misalnya dari limbah pertanian seperti jerami padi, sekam, kulit kopi, kulit kacang, dan ampas sagu. "Yangpasti, beda bahan baku, hasilnya juga berbeda-beda karena masing-masing bahan ada karakteristik tertentu.
Selain itu, bahan yabg digunakan akan disesuaikan dengan daerah masing-masing. Limbah apa yang paling banyak, itulah yang akan diformulasikan. Prinsipnya, bahan untuk biopelet mudah didapatkan," kata Dwi.
Proses pembuatannya, kata Dwi, cukup sederhana. Pelepah sawit yang masih hijau, dipotong-potong dan dijemur sampai kering. Setelah kering, pelepah dihaluskan sampai menjadi bentuk tepung. Proses terakhir adalah mencetak tepung menjadi pelet.
"Komposisi untuk membuat biopelet murni dari pelepah sawit tanpa campuran air. Biopelet bisa keras dan mengkilap karena tekanan panas dan ada kandungan lignin. Ditepung sudah ada kandungan airnya sekitar 10%, jelas Dwi.
Alat untuk membuat biopelet cukup sederhana, sama seperti alat untuk membuat pelet pakan ternak. Dalam proses pencetakan ini tidak ada pengukuran tekanan, yang bisa diubah adalah formulasinya.
Hasil pembakaran menggunakan biopelet dari pelepah sawit ini terbilang sempurana. Artinya, pembakaran lebih bersih dan ramah lingkungan. Nilai kalori biopelet yang dihasilkan adalah 3.650/kkal/kg, setara dengan cangkang sawit (3.647 kkal/kg), lebih baik dari kayu bakar (3.500 kkal/kg), dan jauh lebih baik dibandingkan nilai kalori tandan kosong kelapa sawit (1.512 kkal/kg).
"Inovasi biopelet ini dapat dimanfaatkan oleh perkebunan kelapa sawit, industri bahan bakar biomassa, maupun untuk memenuhi keperluan energi rumah tangga. Misalnya untuk menunjang program desa mandiri energi," papar Dwi.
Ketika teknologi ini diterapkan dimasyarakat, tambah Dwi, umumnya mereka mengaku senang karena selain murah, asapnya juga minim. Hanya saja, untuk menerapkan teknologi yang statusnya dalam proses pengajuan hak paten ini masih terkendala dengan suplai biopeletnya.
Karena itu tim peneliti yang beranggotakan Prof.Dr.Ir.Eliza Hambali, M.Si; Dr.Dwi Setyaningsih, S.TP; Windi Liliana, S.TP, M.Si dan Bipo Bariguna, S.TP ini berharap ada pihak swasta yang mau bekerja sama mengembangkan teknologi ini. "Jika model seperti ini bisa dikembangkan dalam skala besar, maka kebutuhan bahan bakar alternatif yang selama ini masih bertumpu pada minyak tanah dan gas akan teratasi," pungkasnya.



Sumber: Setyaningsih, Dwi. Energi dari Limbah Pelepah Sawit. Majalah Sains Indonesia edisi 3 Maret 2013 hal 16-17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar